Rabu, 09 Februari 2011

BERPUASA RAMADHAN SAAT MENYUSUI BAYI

dr Widodo Judarwanto SpA,

Memasuki bulan ramadhan semua umat muslim di dunia pasti bersuka ria menyambut bulan penuh berkah dan pahala itu. Namun demikian sebagian ibu yang sedang menyusui bayinya sering cemas dan was-was. Apakah nantinya bila berpuasa bayinya tidak akan kurang ASI ?
Puasa Ramadhan hukumnya wajib bagi setiap muslim, termasuk juga ibu hamil dan menyusui. Meskipun demikian Islam memberikan kelonggaran bagi ibu hamil dan menyusui untuk tidak berpuasa dengan berpuasa di lain waktu atau membayar fidyah. Untuk memutuskan puasa atau tidak demi kepentingan bayi, para ibu yang sedang menyusui harus mengetahui permasalahan kondisi biologis dan psikologis ibu supaya bayi tidak terkorbankan.

Kondisi saat puasa  
Beberapa penelitian menyebutkan sebenarnya tidak terdapat perbedaan yang mencolok saat berpuasa dibandingkan saat tidak berpuasa. Puasa saat puasa ramadhan tidak mempengaruhi secara drastis metabolism lemak, karbohidrat dan protein.  Meskipun terjadi peningkatan serum uria dan asam urat sering terjadi saat terjadi dehidrasi ringan saat puasa.

Berbeda dengan puasa biasa, dalam puasa ramadhan  terjadi keseimbangan anabolisme dan katabolisme yang berakibat asama amino dan berbagai zat lainnya membantu peremajaan sel dan komponennya memproduksi glukosa darah dan mensuplai asam amino dalam darah sepanjang hari. Cadangan protein yang cukup dalam hati karena asupan nutrisi saat buka dan sahur akan tetap dapat menciptakan kondisi tubuh untuk terus memproduksi protein essensial lainnya seperti albumin, globulin dan fibrinogen. Dalam keadaan puasa ramadhan fungsi hati masih aktif baik bereda pada kondisi kelaparan biasa. Dalam puasa asam amino teroksidasi dengan pelan dan zat keton tidak meningkat dalam darah sehingga tidak akan mengakibatkan pengasaman dalam darah. Dalam penelitian saat puasa tidak berpengaruh pada sel darah manusia. Tidak terdapat perbedaan jumlah retikulosit, volume sel darah merah, rata-rata konsentrasi hemoglobin (MCH, MCHC) dibandikan dengan orang yang tidak berpuasa.

Terdapat sebuah penelitian puasa pada ibu hamil, ibu menyusui, dan kelompok tidak hamil dan tidak menyusui di perkampungan Afrika Barat. Ternyata dalam penelitian tersebut disimpulkan tidak terdapat perbedaan kadar glukosa serum, asam lemak bebas, trigliserol, keton, beta hidroksi butirat, alanin, insulin, glucagon dan hormon  tiroksin.

Sedangkan pada penelitian hormon wanita tidak terjadi gangguan pada hormon virgisteron saat melaksanakan puasa. Tetapi, 80% populasi penelitian menunjukkan penurunan hormon prolaktin. Penurunan hormon prolaktin ini mungkin harus diwaspadai pada ibu yang sedang menyusui. Tetapi belum ada bukti penelitian yang menunjukkan kualitas dan kuantitas ASi berkurang atau berat badan bayi menurun bila ibu menyusui sedang puasa. Saat bayi menyusu, syaraf-syaraf di permukaan payudara memberi rangsangan sensoris ke Hipotalamus atau kelenjar pada otak untuk memproduksi hormon prolaktin dan hormon oksitosin. Hormon prolaktin memberi perintah agar sel-sel dalam payudara memproduksi ASI. Sementara hormon oksitosin menyebabkan otot-otot payudara berkontraksi, dan memompa ASI keluar dari puting. 

Banyaknya ASI yang diproduksi dan dikeluarkan dari payudara, sesungguhnya diatur oleh isapan bayi. Makin sering bayi mengisap, makin sering ASI dikeluarkan dan diproduksi di payudara. Melihat kondisi tersebut maka bagi ibu yang menyusui dengan kondisi tertentu harus lebih waspada, terutama saat memberikan ASI eksklusif sebelum bayi usia 6 bulan.

Memutuskan puasa
Melihat berbagai kondisi tersebut di atas maka kecermatan ibu dalam menentukan perlu tidak puasa sangat diperlukan. Pada keadaan ibu yang sedang memberikan ASI ekslusif sebelum bayi berusia 6 bulan harus dipertimbangkan secara ketat. Karena konsumsi ASI  adalah jenis makanan tunggal yang dikonsumsi, tidak ada salahnya kalau ibu menunda puasa. Kalaupun ibu akan bersikeras melakukan puasa, harus melakukan konsultasi lebih sering dengan dokter anak yang merawat untuk pemantauan kesehatan bayi. Bila dalam observasi ketat setiap minggu dokter dapat mengevaluasi bahwa jumlah ASI tidak terganggu dan bayi tidak terpengaruh pertumbuhannya maka bisa saja ibu terus berpuasa.

Keadaan lain yang perlu kecermatan adalah bila ibu menyusui yang memupunyai aktifitas fisik yang tinggi, ibu dengan gizi buruk, mengalami gangguan ginjal, diabet atau penyakit kronis lainnya sebaiknya jugamempertimbangkan untuk menunda puasa..
Jika ibu menyusui tidak melakukan ibadah puasa karena mengkhawatirkan kesehatan dirinya, maka dia menganggap dirinya seperti orang sakit. Sehingga cara mengganti puasa sama dengan mengganti puasa dikala orang sakit, yaitu dengan berpuasa di hari lain. Namun, jika mengkhawatirkan bayinya, dianggap seperti orang tua yang tak punya kemampuan sehingga cara menggantinya selain membayar puasa seperti cara orang tua yaitu dengan membayar fidyah.

Menyusui saat puasa
Melihat berbagai keadaan dan kondisi saat puasa yang tidak menganggu metabolism tubuh, secara umum berpuasa saat menyusui tidak masalah. Untuk mencapai hasil yang optimal mungkin ibu menyusui yang sedang berpuasa sangat penting untuk tetap mempertahankan pola makan dengan kualitas dan kuantitas  seperti saat tidak berpuasa. Kalau perlu dengan melakukan penjadwalan makan 3 kali perhari yaitu saat sahur, ketika berbuka puasa, dan menjelang tidur sesudah salat tarawih. Demikian pula untuk kebutuhan cairan, kalori, mineral dan vitamin harus tidak berbeda dengan saat tidak puasa.
Jumlah konsumsi cairan sebaiknya didapatkan sekitar dua liter perhari. Jenis asupan cairan bisa meliputi teh manis, jus buah, air madu, kolak, air kacang hijau, susu atau sebagian air putih. Asupan makanan yang lengkap dan seimbang harus cermat dilakukan. Pemberian asupan suplemen vitamin dan mineral tambahan terutama zat besi, bisa saja dilakukan bila disadari aktifitas meningkat sedangkan konsumsi nutrisi dirasakan berkurang. Asupan nutrisi yang manis saat berbuka seperti kurma, jus buah  atau teh manis sangat diperlukan untuk dapat memperoleh energi secara cepat akibat kehilangan cadangan glukosa saat puasa.

Dalam keadaan tertentu seperti bayi di bawah usia 1 tahun, saat awal puasa dan separuh perjalanan puasa, sebaiknya ibu melakukan evaluasi kesehatan bayi kepada dokter untuk memastikan kecukupan gizi bayi.

Pemberian ASI harus lebih sering, karena semakin sering payudara dihisap oleh bayi, maka produksi ASI akan semakin banyak. Saat ibu bekerja juga harus melakukan pemompaan ASI lebih sering.  Motivasi yang kuat dan rasa percaya diri yang tinggi harus ditumbuhkan kuat selama pemberian ASI saat berpuasa. Kekewatiran dan kecemasan akan menghalangi kerja hormon oksitosin  yang berpengaruh pada produksi ASI. Ibadah puasa saat menyusi bila dilakukan dengan niat atau percaya diri yang kuat serta pertimbangan yang cermat, maka insya Allah tidak akan mengganggu asupan gizi pada bayi.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar